Berita Terkini

Kenapa Penggantian Antar Waktu DPRD Dilakukan

Disampaikan pada mahasiswi magang (Merdeka Belajar Kampus Merdeka)oleh ; Weweng Maretno,S.Sos (Div Teknis Penyelenggaraan)Divisi Teknis Penyelenggaraan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Cilacap kembali memberikan materi kepada mahasiswa magang Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dari program studi jurusan Adiministrasi Negara.Pertemuan belajar kali ini mengambil pokok bahasan Penggantian Antarwaktu DPRD Kabupaten Cilacap. Pointer yang disampaikan oleh Weweng Maretno (Divisi Teknis Penyelenggaraan) KPU Kabupaten Cilacap bertempat diruang rapat pada selasa 16/3/2021 meliputi;Dasar HukumDefinisiBatas Waktu Pengajuan PAWAlasan PemberhentianAlur ProsesMekanisme KlarifikasiCalon PAW yang dinyatakan TMSPenetapan Calon PAW DPRD Dasar Hukum1. Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 426;2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 20193. Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan KPU Nomor 6 tahun 2017 tentang Penggantian Antarwaktu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota PAW Anggota DPR dan DPRD merupakan proses penggantian anggota dewan yang berhenti antarwaktu untuk digantikan oleh calon pengganti antarwaktu yang menduduki perolehan suara terbanyak berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari parpol yang sama dan dapil yang sama.PAW tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan Anggota DPR, DPD dan DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan terhitung sejak surat Permintaan PAW dari Pimpinan Dewan diterima oleh KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/KotaAlasan pemberhentian dikarenakan oleh Meninggal Dunia, Mengundurkan Diri (Permintaan sendiri, ditetapkan sebagai calon peserta dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati & Wakil Bupati atau Walikota & Wakil Walikota), Diberhentikan.Secara ringkas alur proses pengajuan PAW, Pimpinan partai mengajukan permintaan ke PAW ke pimpinan Dewan, selanjutnya pimpinan Dewan melayangkan permintaan pengganti ke KPU dengan disertai dengan dokumen pendukung kenapa terjadinya pemberhentian DPRD yang bersangkutan dari perwakilan partainya.Informasi tertulis dari masyarakat mengenai calon pengganti antarwaktu yang dinyatakan TMS, KPU melakukan langkah; Koordinasi dengan partai politik mengenai pengunduran diri dan pemberhentian calon PAW dan Koordinasi dengan calon pengganti antarwaktu untuk mendapatkan pernyataan tertulis serta Koordinasi dengan lembaga terkait.Calon PAW yang dinyatakan TMS dikarenakan meninggal dunia, mengundurkan diri dan Tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Anggota DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan anatara lain karena; ditetapkan sebagai calon peserta dalam Pemilihan Kepala Daerah; diangkat sebagai Anggota TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha Milik Daerah atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara;berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; sedang menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;calon yang pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebihdiberhentikan sebagai anggota Partai Politik; dan/atau menjadi anggota Partai Politik lainSehingga penetapan calon PAW ada beberapa poin dengan menjawab berbagai kasus disetiap daerahnya;Calon dengan perolehan suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari parpol dan dapil yang sama (Ps. 9 PKPU 6/2017)Terdapat > 1 calon PAW dengan perolehan suara sama dari parpol dan dapil yang sama, calon PAW ditetapkan berdasarkan persebaran wilayah perolehan suara sah yang lebih luas secara berjenjang (Ps. 10 & Ps. 13 PKPU 6/2017)Tidak terdapat calon PAW pada dapil yg sama, calon PAW ditetapkan dari dapil yang berbatasan langsung secara geografis dan memiliki perolehan suara sah terbanyak dari parpol yg sama (Ps. 14 (1) PKPU 6/2017 )Terdapat > 1 dapil yang berbatasan langsung secara geografis, calon PAW ditetapkan dari dapil dengan jumlah penduduk terbanyak dan memiliki perolehan suara sah terbanyak dari parpol yg sama (Ps. 14 (2) dan (3) PKPU 6/2017 )Tidak terdapat calon pada dapil yang berbatasan langsung, calon PAW ditetapkan dari dapil yang tidak berbatasan langsung dengan penduduk terbanyak jumlah penduduk terbanyak dan memiliki perolehan suara sah terbanyak dari parpol yg sama (Ps.14(4) dan (5) PKPU 6/2017 )Tidak terdapat calon pada dapil yang tidak berbatasan langsung, calon PAW ditetapkan dari DCT setingkat diatasnya yang dapilnya melingkupi wilayah pd pemilu terakhir (Ps. 14 (6) PKPU 6/2017 )Tidak terdapat calon yang memperoleh suara (suara nol) pada suatu dapil, calon PAW ditetapkan berdasarkan jenis kelamin perempuan. Jika terdapat > 1 calon perempuan, calon PAW ditetapkan yang memiliki nomor urut terkecil (Ps. 14 A (1) dan (2) PKPU 6/2019 )Untuk bahan referensi terkait regulasi bisa didapat dari JDIH KPU RI ataupun laman yang tersedia di KPU Kabupaten Cilacap atau JDIH KPU Kabupaten Cilacap. (berita 4B4H WWG 06) 16/3/21.

Apa itu Pemilu ?

Oleh  M. Muhni (Anggota KPU Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM) Pemilihan umum yang disingkat pemilu menjadi sangat dekat hubungannya dengan masalah politik dan pergantian pemimpin. Pemilu sekaligus merupakan proses demokrasi untuk memilih pemimpin.Sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum pengertian pemilihan umum diuraikan secara detail. Pada pasal 1 ayat (1) dijelaskan Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Dengan kata lain, pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan dan merupakan sarana demokrasi.Secara teoritis pemilihan umum dianggap merupakan tahap paling awal dari berbagai rangkaian kehidupan tata negara yang demokratis. Sehingga pemilu merupakan motor penggerak mekanisme sistem politik Indonesia. Sampai sekarang pemilu masih dianggap sebagai suatu peristiwa kenegaraan yang penting. Hal ini karena pemilu melibatkan seluruh rakyat secara langsung. Melalui pemilu, rakyat juga bisa menyampaikan keinginan dalam politik atau sistem kenegaraan.   Ditulisan berikutnya, kita akan membahas alasan dan fungsi dilaksanakannya Pemilu. Ditunggu ya...

Mengenang Jasa Patriot Demokrasi

(Cerita Nonfiksi tentang penyelenggara pemilu di TPS) Oleh: M. Muhni (Anggota KPU Cilacap Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM) Perhelatan Politik elektoral tahun 2019 telah usai digelar. Hiruk-pikuk demokrasi dilalui dengan tertib. Masyarakat pun menyambutnya dengan penuh suka cita. Goresan tulisan perjalanan Pemilu serentak 2019 banyak menjadi cerita. Salah satunya soal tingkat partisipasi pemilih yang meningkat signifikan. Hal ini menandakan bahwa pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin matang. Namun, pemilu serentak 2019 yang baru pertama kali digelar ini menyisakan berbagai macam hal persoalan diantaranya masalah penyelenggara adhoc ditingkat TPS.Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan Petugas Pengamanan (PAM) di TPS sebagai penyelenggara ditingkat lokasi pemungutan suara tentu menjadi sumber data utama proses election value. Sebagai penyelenggara, para petugas di TPS tentu akan melaksanakan seluruh tugas dan kewajibannya dengan baik, mulai dari menulis formulir C-6, pembagian formulir C-6 dan pembuatan TPS. Tugas-tugas ini tentu sudah mulai dikerjakan beberapa hari sbelum pelaksanaan pemungutan suara. Para petugas KPPS juga harus mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sampai dengan proses administrasinya.Pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu serentak tahun 2019 untuk 5 (lima) jenis pemilihan dan penghitungan suara untuk setiap jenis pemilu ternyata sangat menguras energi para petugas di TPS. Kondisi ini menjadi salah satu faktor dominan terjadinya situasi-situasi dimana sudah diluar batas standard kemampuan kerja seseorang. Kelelahan fisik dan pikiran terforsir inilah sehingga berdampak ada beberapa orang yang mengalami kelelahan sehingga menjalani rawat inap bahkan ada yang sampai meninggal dunia.  Hal itu terjadi karena mereka menjalankan tugasnya yang harus bekerja lebih dari 24 jam sampai penghitungan suara selesai di tempat pemungutan suara (TPS). Menurut National Safety Council (NSC) sebuah organisasi dewan keamanan nasional nirlaba yang bergerak dibidang kesehatan dan keselamatan di Amerika Serikat, kondisi kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan kecelakaan kerja.Pemilu serentak 2019 yang digelar tepatnya pada hari Rabu tanggal 17 April 2019 lalu begitu melelahkan bagi Rahardian Jatmiseno yang mengampu tugas sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 54, Kelurahan Tambakreja Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap. "Wah, dobel banget capeknya," ujar Rahardian saat dimintai keterangan oleh Anggota KPU Cilacap Divisi Sosialisasi, M. Muhni, Kamis (18/04/2019)."Saya tidak tidur dari mulai pemungutan suara sampai beres. Penghitungan itu beres jam 23.00 WIB, terus lanjut siapin formulir C1 itu sampai jam 08.00 WIB hari ini dan langsung mengantar kotak ke PPS, kalau dihitung lebih dari 25 Jam kerj di TPS tanpa istrahat”. Kata Rahardian.Ia bercerita, baru betul-betul merampungkan pekerjaannya di TPS itu sekitar pukul 08.00 WIB keesokan harinya, atau pada tanggal 18 April."Yang bikin lama itu, penghitungan suara pemilu DPR RI, pemilu DPRD Provinsi dan pemilu DPRD Kabupaten/Kota, kan calonnya banyak. Kalau penghitungan Presiden dan DPD bisa lebih cepat. Cuma karena ini ada lima kotak kan, jadi seperti kerja lima kali," ujarnya sambil tersenyum kecut.Sebagai TPS yang memiliki 264 Pemilih yang terdaftar dalam DPT, Rahardian sudah mempersiapkan dengan matang pelaksanaan pemilu kali ini. Sehari sebelum pencoblosan, ia dan enam anggota KPPS sudah mempersiapkan lokasi TPS. "Saya aja kasihan sama anggota yang lain, kan tidak anak muda semua. Ada yang sudah tua."Meski tak kapok bertugas membantu penyelenggaraan pemilu, tapi Rahardian berharap ada evaluasi menyeluruh. Setidaknya dengan beban kerja yang begitu berat, honor untuk petugas KPPS ditambah dari yang saat ini Rp500 ribu. "Pemilu kali ini memang ribet banget, jadi mending dipisah aja kali ya”. Kata Rahardian tanpa berargumen.Rahardian Jatiseno adalah salah satu dari 52.821 orang penyelenggara di tingkat TPS pada saat pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Cilacap. Dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019, Kabupaten Cilacap memiliki jumlah Pemilih sebanyak 1.488.496 pemilih, menjadi Kabupaten yang memiliki pemilih urutan terbanyak kedua se Jawa Tengah setelah Kabupaten Brebes.Cerita dan pengakuan salah satu Anggota KPPS di Kelurahan Tambakreja yang saya mintai keterangan, nyata-nyata menimpa kepada saudara-sadara yang lain dijajaran penyelenggara tingkat TPS.Kabupaten Cilacap telah mencatat sejarah peristiwa kehilangan petugas KPPS pasca menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tahun 2019. Nama beliau kami pajang dan jasanya kami kenang.1.DASTUM GARNIWA, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 29 Desa Dayeuhluhur Kecamatan Dayeuhluhur;2.DIRWAN, bertugas sebagai Anggota KPPS di TPS 2 Desa Kroya Kecamatan Kroya;3.EDI WIBOWO, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 07 Desa Cipari Kecamatan Cipari;4.SUDIN, bertugas sebagai Anggota KPPS di TPS 25 Desa Kedawung Kecamatan Kroya;5.KARWIJO, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 01 Desa Menganti Kecamatan Kesugihan;6.WIRYO SUMARTO DISLAM, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 28 Desa Ujungmanik Kecamatan Kawunganten;Atas jasa pengabdian yang sudah beliau berikan, KPU Republik Indonesia memberikan apresiasi santunan kepada keluarga ahli waris. Semoga seluruh amal bhaktinya dicatat sebagai amal ibadah sebagai wujud cinta dan Pengabdian untuk Negeri.Dinamika pembentukan adhocCilacap adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang secara Geografis sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat menjadi wilayah Kabupaten terluas di Jawa Tengah sebagaimana hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Luas Wilayah Kabupaten Cilacap: 2,138.51 km2, (tidak termasuk Pulau Nusakambangan seluas 11.511 Ha), atau sekitar 6,94 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah kemudian yang kedua Kabupaten Grobogan: 1,975.85 km2 disusul Kabupaten Wonogiri: 1,822.37 km2, Kabupaten Blora: 1,794.40 km2 dan Kabupaten Brebes: 1,657.73 km2.Kabupaten Cilacap dengan jumlah kecamatan, jumlah Desa/Kelurahan dan jumlah pemilih yang banyak, kebutuhan penyelenggara badan adhoc yang dibutuhkan juga menjadi sebuah tantangan tersendiri yang harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kapasitasnya. Secara administratif Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24 Kecamatan sebanyak 269 Desa dan 15 Kelurahan.Sesuai dengan tahapan pelaksanaan Pemilu serentak 2019, pembentukan badan penyelenggara adhoc-pun akhirnya memasuki tahap pendaftaran. Dalam pasal 52 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 disebutkan bahwa jumlah anggota PPK sebanyak 3 (tiga) orang. Dalam pelaksanaannya, Cilacap baru melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di tahun 2018. Dalam tahap pembentukan adhoc tingkat kecamatan (PPK), mekanismenya melalui verifikasi dari PPK Pemilihan Gubernur 2018 yang jumlahnya 5 orang di verifikasi untuk menentukan 3 orang sebagai PPK di pemilu 2019. Dalam perjalanannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan atas gugatan atas jumlah anggota PPK yang berjumlah 3 orang menjadi 5 (lima) orang. Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 1373/PP.C5-SD/01/KPU/XI/2018 tanggal 5 November 2018 Tentang Penambahan Jumlah Anggota PPK Pasca putusan Mahkamah Konstistusi Nomor 31/PUU-XVI/2018. Dengan dasar inilah, KPU Kabupaten Cilacap melaksanakan penambahan anggota PPK dari 3 (tiga) orang menjadi 5 (lima) orang anggota PPK pemilu seretak 2019.Pembentukan PPK selesai, disusul dengan pembentukan adhoc tingkat Desa/Kelurahan yang secara kuantitas membutuhkan jumlah yang jauh lebih banyak. Sampai dengan pelaksanaan pemungutan semakin dekat, maka dibentuklah para ksatria utama dalam menjalankan tugas terdepan sebagai penyelenggara yang langsung melayani para pemilik suara sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yaitu pemilih. Dalam rangka memenuhi kebutuhan badan penyelenggara adhoc, Cilacap melibatkan warga masyarakat yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan untuk terlibat menjadi penyelenggara adhoc Pemilu serentak Tahun 2019. Sebanyak 54.717 orang yang terlibat langsung sebagai penyelenggara adhoc Pemilu di Cilacap atau setara 3,68 % dari jumlah Pemilih terdaftar, yang terdiri dari 192 orang penyelenggara di Kecamatan, 1.704 orang penyelenggara di tingkat Desa/Kelurahan serta 52.821 penyelenggara di tingkat TPS. Jumlah penyelenggara ini diluar para pengawas sebagai lembaga yang bertugas mengawal regulasi pelaksanaan. Bisa dibayangkan, dalam upaya mensukseskan pemilu serentak 2019, selain harus tertib dan siap dalam urusan logistik juga dituntut untuk bisa menggerakkan 54.717 orang sebagai perangkat pokok dalam satu irama ketentuan-ketentuan teknis serta dinamika yang sangat kompleks. Berbagai persoalan dan permasalahan menjadi suatu hal yang tidak dapat terhindarkan, khususnya soal sumber daya manusia yang sangat bervariasi. Saya monitoring di 24 Kecamatan dengan beberapa sampel Desa/Kelurahan. Hasil monitoring tentang rendahnya partisipasi pada saat rekrutmen KPPS, permasalahan yang muncul sangat variatif. Regulasi mensyaratkan agar masyarakat proaktif dan berpartisipasi untuk menjadi penyelenggara dengan melakukan pendaftaran ke PPS maupun PPK, namun tiba saat dimana waktu yang telah ditentukan deadline, tidak lebih dari 10% dari kebutuhan anggota KPPS yang berinisiasi mendaftar, maka dengan demikian PPS ekstra keras melakukan identifikasi calon penyelenggara dengan mempersiapkan segala jenis formulir yang seharusnya aktif dipersiapkan oleh calon penyelenggara (KPPS). Saya menganalisa bahwa mereka mau menjadi KPPS akan tetapi meraka malas mempersiapkan pesyaratannya.Perjalanan on the spot selama 4 hari berturut-turut saya bersama anggota Divisi Teknis Weweng Maretno, mendapatkan beberapa informasi jawaban atas kendala persoalan yang terjadi. Dari mulai persyaratan administrasi yang ribet, soal pendidikan, pengalaman, sampai dengan soal terbatasnya sumber daya manusia dalam satu lokasi wilayah TPS, dan kendala lain yang sangat bervariasi dalam setiap wilayah. Apalagi wilayah yang masuk dalam pedesaan, dataran pegunungan, medan yang sulit, disini persoalan makin bertambah.Atas dukungan dari semua pihak, kegigihan dari seluruh teman-teman penyelenggara di tingkat Kecamantan dan tingkat Desa/Kelurahan, pada akhir tahapan pembentukan KPPS semua kebutuhan personal penyelenggara untuk 5.869 TPS terpenuhi dengan lengkap. Dalam kurun waktu lebih kurang 1 bulan berhasil mengangkat 52.821 orang penyelenggara. Ini sungguh suatu hasil kerja nyata teman-teman hebat di tingkat Desa/Kelurahan semua. Sebelum menjalankan tugasnya, para penyelenggara harus mengucapkan sumpah,  “Demi Allah (Tuhan), Saya bersumpah/berjanji:Bahwa Saya akan memenuhi tugas dan kewajiban Saya sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Bahwa Saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negera Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.Dengan ditandai pengucapan sumpah/janji sebagai penyelenggara pemilu, maka secara resmi tugas-tugas sudah mulai dijalankan oleh teman-teman di tingkat TPS. Tugas pembagian pemberitahuan pemungutan suara, tugas penyiapan TPS sampai pada tugas pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada tanggal 17 April 2019. Tugas paling berat bagi teman-teman KPPS ini tidak bisa dipandang sebelah mata.Pemungutan suara selesai pada waktu yang telah ditentukan. Selesai pemungutan suara, teman-teman KPPS harus melanjutkan dengan penghitungan suara. Jenis surat suara yang dihitung sesuai dengan jenis pemilu. Lima jenis. Iya,,,,lima jenis surat suara yang secara tertib harus dihitung dengan benar, dicatat dengan rapih dan benar. Saya menyaksikan sendiri, saya melihat secara langsung. Sampai saat sekarang pun saya masih bisa membayangkan betapa rumitnya dalam mencatat hasil-hasil penghitungan suara di TPS yang harus di salin dalam formulir-formulir dengan jumlah salinan dokumen yang banyak. Dalam tahap menyalin hasil penghitungan suara kedalam formulir-formulir di TPS, teman-teman KPPS dituntut kondisi stamina dan kesehatan yang prima, dan konsentrasi yang baik. Situasi dan kondisi inilah yang membutuhkan ekstra kesabaran Kondisi ini harus harus dilakukan dengan tertib dan berurutan, dari Pemilu Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan terakhir penghitungan DPRD Kabupaten/Kota.Pelaksanaan pemilu perlu dievaluasiPemilu Serentak 2019 menghadirkan lima pemilihan sekaligus mulai dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Dengan pemilu serentak yang baru pertama kali dilaksanakan ini, tentu pelaksanannya masih diwarnai sejumlah persoalan.Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pemerintah harus menimbang ulang pelaksanaan pemilu serentak dilakukan kembali pada lima tahun mendatang yakni 2024.Dalam pengamatannya, pelaksanaan pemilihan tingkat nasional dan daerah sekaligus menimbulkan banyak masalah bagi petugas penyelenggara, peserta pemilu, dan pemilih."Kalau sekarang ini kan aktornya (peserta pemilu) banyak sekali," ujar Titi Anggraini kepada BBC News Indonesia, Minggu (21/04/2019).Kata Titi, koalisi pemantau pemilu mengusulkan pemisahan antara pemilu serentak di tingkat nasional dan daerah. Ia mencontohkan, pemilu serentak tingkat nasional diikuti oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon anggota DPR RI, dan DPD RI. Sementara pemilu serentak daerah diikuti kepala daerah, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.Kendati begitu, pemisahan pemilu serentak nasional dan daerah ini disarankan berjarak 30 bulan atau 2,5 tahun. Tujuannya untuk merapikan jadwal pemilu dan menghindari kejenuhan di masyarakat.“Dengan pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah, akhirnya kita punya pemilu yang lebih terjadwal dan tertib. Itu juga bisa dimanfatakan pemilih untuk mengevaluasi keterpilihan produk pemilu serentak nasional tanpa harus menunggu lima tahun. Dengan pemisahan itu pula, beban untuk penyelenggara pemilu berkurang. Selain itu, informasi yang dibawa para peserta pemilu tidak bertabrakan” demikian pandangan Titi Anggraeni.Pelaksanaan pemilu serentak bagi penyelenggara pemilu adalah efisiensi pelaksanaan pemilu itu sendiri.  KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu mulai dari pendataan pemilih, menerima dan memvalidasi nominasi kontestan pemilu baik partai politik maupun pasangan calon, melaksanakan pemilu, perhitungan suara dan rekapitulasi suara. Sistem pemilu yang berbeda membutuhkan pengaturan dan persiapan serta manajemen pemilu yang berbeda. Tidak dipungkiri bahwa pelaksanaan pemilu bagi pemerintah dengan dilaksanakannya pemilu serentak adalah efisiensi anggaran, karena pemilu tidak lagi dilaksanakan berkali kali. Sedangkan tantangannya, perubahan sistem pemilu dari pemilu bertahap menjadi pemilu serentak membawa konsekuensi teknis penyelenggaraan pemilu yang cukup besar. Pelaksanaan pemilu serentak membutuhkan kapabilitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu yang baik. Meskipun pemilu serentak rentang waktu pelaksanaan pemilu menjadi lebih pendek dan penggunaan anggaran lebih efisien, namun persiapan penyelenggaraan pemilu membutuhkan waktu yang cukup panjang dan aspek teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih rumit. Dengan pelaksanaan pemilu serentak, kebutuhan jenis logistik pemilu menjadi lebih banyak, sehingga harus dipersiapkan secara matang agar pelaksanaan pemilu tidak mengalami hambatan. Pemilu serentak juga membutuhkan kertas surat suara yang lebih banyak, serta waktu yang dibutuhkan pemilih di dalam bilik suara menjadi lebih banyak. Bimbingan teknis pemungutan sampai dengan rekapitulasi bagi para penyelenggara badan adhoc menjadi tugas besar tersendiri. Sosialisasi kepada pemilih harus dilaksanakan secara lebih luas baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya agar tetap tercipta pemilu yang berkualitas pula. Beberapa tantangan lain dalam penyelenggaraan pemilu serentak terkait dengan penyederhanaan dalam penyelenggaraan pemilu adalah perubahan sistem pemilu yang berbasis pada system proporsional daftar terbuka.

Membedah Surat Edaran Daftar Pemilih Berkelanjutan Tahun 2021 (Rakor Daftar Pemilih Berkelanjutan)

Oleh : Ami Purwandari (Divisi Perencanaan, Data dan Informasi)   Proses Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB) bagi Kabupaten/Kota yang tidak melakukan Pilkada 2020 masih terus berlanjut di tahun 2021 ini. Landasan hukum pelaksanaan DPB ditahun 2021 sudah diedarkan oleh KPU RI yaitu Surat Edaran Ketua KPU RI Nomor 132/PL.02-SD/01/KPU/II/2021 Tentang Daftar Pemilih Berkelanjutan Tahun 2021. Atas dasar surat edaran tersebut maka KPU Provinsi Jawa Tengah mengadakan Rapat Koordinasi Daftar Pemilih Berkelanjutan (Rakor DPB) dengan tujuan agar tercipta satu pemahaman yang sama minimal se Jawa Tengah terhadap isi surat edaran tentang DPB tersebut. Rapat Koordinasi DPB dilaksanakan pada hari Selasa (2/3/2021) bertempat di Aula 1 Lt. 3 Kantor KPU Provinsi Jawa Tengah pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai. Rakor DPB dihadiri oleh 5 orang komisioner KPU Provinsi Jawa Tengah dan Divisi Data dan Informasi dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Rakor dibuka oleh Ketua KPU Jawa Tengah, Yulianto Sudrajat, S.Sos., MI.Kom. Dalam sambutan pembukaannya Ketua KPU Jawa Tengah menyampaikan pesan tentang kegiatan KPU Kabupaten/Kota baik yang pasca pilkada maupun tidak pilkada. “Divisi Data yang tidak pilkada 2020 tetap melanjutkan DPB dan merencanakan kegiatan lain setiap bulannya meskipun non budgeter sementara yang pilkada akan memulai melaksanakan DPB sesuai dengan SE KPU RI dengan mengunggah DPTB pilkada 2020 sebagai data pertama DPB”, Kata Yulianto Sudrajat. Beliau juga menghimbau agar mengeksekusi dahulu kegiatan per bulannya seperti yang tertuang di dalam RKA/KL meskipun kebanyakan kegiatan tersebut banyak dilakukan oleh kesekretariatan. Sementara Paulus Widiyantoro, S.E., M.M. selaku Divisi Data dan Informasi menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan SE KPU RI no. 132. Beliau mengatakan jika amanat yang terkandung didalam SE 132 tersebut adalah  sebagai berikut : SE 132 mengandung maksud bersifat Rapat Koordinasi, bukan koordinasi door to door ke instansi-instansi sehingga ada pertemuan meskipun hanya dihadiri oleh 5 orang misalnya.  Namun ada pemimpin rapat, ada notulen.  Yang diundang adalah stakeholder  ditambah Bawaslu.  Rakor diilaksanakan setiap bulan, supaya seragam maksimal dilaksanakan tanggal 5 bulan berikutnya.  Tujuan Rakor adalah menjaring data bahan DPB dari peserta rakor. Data yang dibutuhkan adalah data pemilih yang sudah tidak memenuhi syarat (TMS) dengan disebutkan alasan TMSnya,  Potensi pemilih baru, ubah status dari TNI/Polri atau sebaliknya dan lainnya.  Sekaligus menyampaikan kesulitannya dalam proses pengumpulan datanya.  Mekanismenya rakor dilaksanakan yang didalamnya terdapat proses sran atau masukan data bahan DPB, jika belum diperoleh data melalui koordinasi sebelumnya (via surat). Jika sudah diperoleh data sebelum rapat koordinasi berlangsung maka pada saat rakor, membahas tentang kendala yang muncul pada saat pengumpulan data atau hal-hal lain terkait DPB. Diharapkan muncul masukan dari peserta rakor. Rakor menghasilkan Berita Acara dan notulen tanpa lampiran Berita Acara. Setelah rapat koordinasi, dilakukan penetapan pleno rekapitulasi DPB secara internal oleh lima orang komisioner  KPU Kab/Ko yang hasilnya dituangkan dalam Beria Acara dan lampiran. Pleno rekapitulasi dilakukan setiap tiga bulan sekali atau triwulanan. Tidak ada kewajiban memberikan Berita Acara dan lampiran rapat pleno kepada peserta rakor Selanjutnya KPU Kab/Ko mengumumkan hasil DPB berupa BA dan lampiran dan by name DPB dibulan itu di WEB atau media sosial dengan memperhatikan peraturan tentang perlindungan data pribadi, sehingga byname yang diumumkan nantinya pada elemen data NIK dan NKK diberi bintang, sejumlah 8 digit terakhir. BA dan lampiran ditempel dipapan pengumuman.  Namun byname diumumkan di WEB atau media sosial. Jika belum bisa didownload karena sistemnya (sidalih DPB) belum mendukung maka kita sampaikan kita masih menunggu aplikasi sidalih untuk bisa mendownload byname DPB. Dalam kesempatan ini Paulus Widiyantoro menyampaikan pula rencana  rekapitulasi triwulanan di tingkat KPU Provinsi. “Kami belum bisa menjamin rekapitulasi triwulanan diadakan secara luring di  KPU Provinsi Jawa Tengah, namun akan diusahakan setidaknya 2 atau 3 kali secara luring”, Kata Paulus. Selesai menyampaikan hal-hal yang dimaksud di dalam SE 132, Paulus memberi kesempatan pada peserta rakor untuk tanya jawab atau berdiskusi. Pada kesempatan tanya jawab ini Wardoyo, Divisi Data dan Informasi KPU Kabupaten Magelang mengajukan pertanyaan. “KPU Kab/Ko rakor setiap bulannya dan setiap 3 bulan KPU Provinsi mengadakan rakor dan rekapitulasi penetapan DPB maka perlu diinformasikan kapan  batas akhir KPU Kab/Ko harus mengadakan rakor dengan stakeholder?”, Tanya Wardoyo. “ KPU Kab/Ko melakukan rakor periode bulan ini (Februari-red) dilaksanakan idealnya di akhir bulan Februari atau awal Maret  maksimal tgl 5, selanjutnya di tingkat provinsi dilaksanakan setiap tanggal 10’’ jawab Paulus. “Terkait by name memang by address, dll.  Kita pakai form yang ada saja dari KPU RI (semampunya)  kalau kepepet minimal by name dan NIK”, lanjut Paulus.  Selanjutnya Paulus Widiyantoro memberikan saran tentang instansi-instansi yang bisa diajak kerjasama/koordinasi terkait data bahan DPB.  “Sumber sumber data yang digunakan bisa dimintakan dengan cara;  pendekatan informal kepada pimpinan/pendekatan kepada operator Disdukcapil setempat, Bapermades, Dinas Pendidikan dan Kemenag (Data Sekolah) hampir semua anak itu sekolah SMA/SMK sehingga bias dimanfaatkan untuk data potensi pemilih baru, TNI Polri,  Dinas Sosial, Dinas Pemakaman”, Kata Paulus. “Alangkah baiknya teman-teman melakukan audiensi dengan Bupati dan Sekda terkait data DPB ini agar mendapatkan fasilitasi setidaknya ijin turun ke desa/kelurahan untuk mencari data bahan DPB karena data mutasi kependudukan yang lengkap byname by adres dan lainnya justru terdapat di desa/kelurahan dan bisa juga membuat aplikasi untuk keterlibatan masyarakat seperti Kabupaten Karanganyar dengan SIDATANnya”, lanjut Paulus.    (Ami, 03|03|2021)