Berita Terkini

Mengenang Jasa Patriot Demokrasi

(Cerita Nonfiksi tentang penyelenggara pemilu di TPS)
Oleh: M. Muhni (Anggota KPU Cilacap Divisi Sosdiklih, Parmas dan SDM)

Perhelatan Politik elektoral tahun 2019 telah usai digelar. Hiruk-pikuk demokrasi dilalui dengan tertib. Masyarakat pun menyambutnya dengan penuh suka cita. Goresan tulisan perjalanan Pemilu serentak 2019 banyak menjadi cerita. Salah satunya soal tingkat partisipasi pemilih yang meningkat signifikan. Hal ini menandakan bahwa pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin matang. Namun, pemilu serentak 2019 yang baru pertama kali digelar ini menyisakan berbagai macam hal persoalan diantaranya masalah penyelenggara adhoc ditingkat TPS.

Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dan Petugas Pengamanan (PAM) di TPS sebagai penyelenggara ditingkat lokasi pemungutan suara tentu menjadi sumber data utama proses election value. Sebagai penyelenggara, para petugas di TPS tentu akan melaksanakan seluruh tugas dan kewajibannya dengan baik, mulai dari menulis formulir C-6, pembagian formulir C-6 dan pembuatan TPS. Tugas-tugas ini tentu sudah mulai dikerjakan beberapa hari sbelum pelaksanaan pemungutan suara. Para petugas KPPS juga harus mengikuti bimbingan teknis pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sampai dengan proses administrasinya.

Pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu serentak tahun 2019 untuk 5 (lima) jenis pemilihan dan penghitungan suara untuk setiap jenis pemilu ternyata sangat menguras energi para petugas di TPS. Kondisi ini menjadi salah satu faktor dominan terjadinya situasi-situasi dimana sudah diluar batas standard kemampuan kerja seseorang. Kelelahan fisik dan pikiran terforsir inilah sehingga berdampak ada beberapa orang yang mengalami kelelahan sehingga menjalani rawat inap bahkan ada yang sampai meninggal dunia.  Hal itu terjadi karena mereka menjalankan tugasnya yang harus bekerja lebih dari 24 jam sampai penghitungan suara selesai di tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut National Safety Council (NSC) sebuah organisasi dewan keamanan nasional nirlaba yang bergerak dibidang kesehatan dan keselamatan di Amerika Serikat, kondisi kelelahan kerja dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan kecelakaan kerja.

Pemilu serentak 2019 yang digelar tepatnya pada hari Rabu tanggal 17 April 2019 lalu begitu melelahkan bagi Rahardian Jatmiseno yang mengampu tugas sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS 54, Kelurahan Tambakreja Cilacap Selatan Kabupaten Cilacap.

"Wah, dobel banget capeknya," ujar Rahardian saat dimintai keterangan oleh Anggota KPU Cilacap Divisi Sosialisasi, M. Muhni, Kamis (18/04/2019).
"Saya tidak tidur dari mulai pemungutan suara sampai beres. Penghitungan itu beres jam 23.00 WIB, terus lanjut siapin formulir C1 itu sampai jam 08.00 WIB hari ini dan langsung mengantar kotak ke PPS, kalau dihitung lebih dari 25 Jam kerj di TPS tanpa istrahat”. Kata Rahardian.
Ia bercerita, baru betul-betul merampungkan pekerjaannya di TPS itu sekitar pukul 08.00 WIB keesokan harinya, atau pada tanggal 18 April.
"Yang bikin lama itu, penghitungan suara pemilu DPR RI, pemilu DPRD Provinsi dan pemilu DPRD Kabupaten/Kota, kan calonnya banyak. Kalau penghitungan Presiden dan DPD bisa lebih cepat. Cuma karena ini ada lima kotak kan, jadi seperti kerja lima kali," ujarnya sambil tersenyum kecut.

Sebagai TPS yang memiliki 264 Pemilih yang terdaftar dalam DPT, Rahardian sudah mempersiapkan dengan matang pelaksanaan pemilu kali ini. Sehari sebelum pencoblosan, ia dan enam anggota KPPS sudah mempersiapkan lokasi TPS. "Saya aja kasihan sama anggota yang lain, kan tidak anak muda semua. Ada yang sudah tua."

Meski tak kapok bertugas membantu penyelenggaraan pemilu, tapi Rahardian berharap ada evaluasi menyeluruh. Setidaknya dengan beban kerja yang begitu berat, honor untuk petugas KPPS ditambah dari yang saat ini Rp500 ribu.
"Pemilu kali ini memang ribet banget, jadi mending dipisah aja kali ya”. Kata Rahardian tanpa berargumen.

Rahardian Jatiseno adalah salah satu dari 52.821 orang penyelenggara di tingkat TPS pada saat pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019 di Kabupaten Cilacap. Dalam pelaksanaan Pemilu serentak tahun 2019, Kabupaten Cilacap memiliki jumlah Pemilih sebanyak 1.488.496 pemilih, menjadi Kabupaten yang memiliki pemilih urutan terbanyak kedua se Jawa Tengah setelah Kabupaten Brebes.

Cerita dan pengakuan salah satu Anggota KPPS di Kelurahan Tambakreja yang saya mintai keterangan, nyata-nyata menimpa kepada saudara-sadara yang lain dijajaran penyelenggara tingkat TPS.
Kabupaten Cilacap telah mencatat sejarah peristiwa kehilangan petugas KPPS pasca menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu tahun 2019. Nama beliau kami pajang dan jasanya kami kenang.
1.DASTUM GARNIWA, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 29 Desa Dayeuhluhur Kecamatan Dayeuhluhur;
2.DIRWAN, bertugas sebagai Anggota KPPS di TPS 2 Desa Kroya Kecamatan Kroya;
3.EDI WIBOWO, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 07 Desa Cipari Kecamatan Cipari;
4.SUDIN, bertugas sebagai Anggota KPPS di TPS 25 Desa Kedawung Kecamatan Kroya;
5.KARWIJO, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 01 Desa Menganti Kecamatan Kesugihan;
6.WIRYO SUMARTO DISLAM, bertugas sebagai petugas ketertiban di TPS 28 Desa Ujungmanik Kecamatan Kawunganten;

Atas jasa pengabdian yang sudah beliau berikan, KPU Republik Indonesia memberikan apresiasi santunan kepada keluarga ahli waris. Semoga seluruh amal bhaktinya dicatat sebagai amal ibadah sebagai wujud cinta dan Pengabdian untuk Negeri.

Dinamika pembentukan adhoc

Cilacap adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang secara Geografis sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen dan sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Barat menjadi wilayah Kabupaten terluas di Jawa Tengah sebagaimana hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) Luas Wilayah Kabupaten Cilacap: 2,138.51 km2, (tidak termasuk Pulau Nusakambangan seluas 11.511 Ha), atau sekitar 6,94 persen dari luas Propinsi Jawa Tengah kemudian yang kedua Kabupaten Grobogan: 1,975.85 km2 disusul Kabupaten Wonogiri: 1,822.37 km2, Kabupaten Blora: 1,794.40 km2 dan Kabupaten Brebes: 1,657.73 km2.
Kabupaten Cilacap dengan jumlah kecamatan, jumlah Desa/Kelurahan dan jumlah pemilih yang banyak, kebutuhan penyelenggara badan adhoc yang dibutuhkan juga menjadi sebuah tantangan tersendiri yang harus terpenuhi baik secara kualitas maupun kapasitasnya. Secara administratif Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24 Kecamatan sebanyak 269 Desa dan 15 Kelurahan.

Sesuai dengan tahapan pelaksanaan Pemilu serentak 2019, pembentukan badan penyelenggara adhoc-pun akhirnya memasuki tahap pendaftaran.

Dalam pasal 52 Undang-undang nomor 7 tahun 2017 disebutkan bahwa jumlah anggota PPK sebanyak 3 (tiga) orang. Dalam pelaksanaannya, Cilacap baru melaksanakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur di tahun 2018. Dalam tahap pembentukan adhoc tingkat kecamatan (PPK), mekanismenya melalui verifikasi dari PPK Pemilihan Gubernur 2018 yang jumlahnya 5 orang di verifikasi untuk menentukan 3 orang sebagai PPK di pemilu 2019.

Dalam perjalanannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan atas gugatan atas jumlah anggota PPK yang berjumlah 3 orang menjadi 5 (lima) orang. Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum RI Nomor 1373/PP.C5-SD/01/KPU/XI/2018 tanggal 5 November 2018 Tentang Penambahan Jumlah Anggota PPK Pasca putusan Mahkamah Konstistusi Nomor 31/PUU-XVI/2018. Dengan dasar inilah, KPU Kabupaten Cilacap melaksanakan penambahan anggota PPK dari 3 (tiga) orang menjadi 5 (lima) orang anggota PPK pemilu seretak 2019.

Pembentukan PPK selesai, disusul dengan pembentukan adhoc tingkat Desa/Kelurahan yang secara kuantitas membutuhkan jumlah yang jauh lebih banyak. Sampai dengan pelaksanaan pemungutan semakin dekat, maka dibentuklah para ksatria utama dalam menjalankan tugas terdepan sebagai penyelenggara yang langsung melayani para pemilik suara sebagai pemilik kedaulatan tertinggi yaitu pemilih.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan badan penyelenggara adhoc, Cilacap melibatkan warga masyarakat yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh perempuan untuk terlibat menjadi penyelenggara adhoc Pemilu serentak Tahun 2019. Sebanyak 54.717 orang yang terlibat langsung sebagai penyelenggara adhoc Pemilu di Cilacap atau setara 3,68 % dari jumlah Pemilih terdaftar, yang terdiri dari 192 orang penyelenggara di Kecamatan, 1.704 orang penyelenggara di tingkat Desa/Kelurahan serta 52.821 penyelenggara di tingkat TPS. Jumlah penyelenggara ini diluar para pengawas sebagai lembaga yang bertugas mengawal regulasi pelaksanaan.

Bisa dibayangkan, dalam upaya mensukseskan pemilu serentak 2019, selain harus tertib dan siap dalam urusan logistik juga dituntut untuk bisa menggerakkan 54.717 orang sebagai perangkat pokok dalam satu irama ketentuan-ketentuan teknis serta dinamika yang sangat kompleks.

Berbagai persoalan dan permasalahan menjadi suatu hal yang tidak dapat terhindarkan, khususnya soal sumber daya manusia yang sangat bervariasi.

Saya monitoring di 24 Kecamatan dengan beberapa sampel Desa/Kelurahan. Hasil monitoring tentang rendahnya partisipasi pada saat rekrutmen KPPS, permasalahan yang muncul sangat variatif. Regulasi mensyaratkan agar masyarakat proaktif dan berpartisipasi untuk menjadi penyelenggara dengan melakukan pendaftaran ke PPS maupun PPK, namun tiba saat dimana waktu yang telah ditentukan deadline, tidak lebih dari 10% dari kebutuhan anggota KPPS yang berinisiasi mendaftar, maka dengan demikian PPS ekstra keras melakukan identifikasi calon penyelenggara dengan mempersiapkan segala jenis formulir yang seharusnya aktif dipersiapkan oleh calon penyelenggara (KPPS). Saya menganalisa bahwa mereka mau menjadi KPPS akan tetapi meraka malas mempersiapkan pesyaratannya.

Perjalanan on the spot selama 4 hari berturut-turut saya bersama anggota Divisi Teknis Weweng Maretno, mendapatkan beberapa informasi jawaban atas kendala persoalan yang terjadi. Dari mulai persyaratan administrasi yang ribet, soal pendidikan, pengalaman, sampai dengan soal terbatasnya sumber daya manusia dalam satu lokasi wilayah TPS, dan kendala lain yang sangat bervariasi dalam setiap wilayah. Apalagi wilayah yang masuk dalam pedesaan, dataran pegunungan, medan yang sulit, disini persoalan makin bertambah.

Atas dukungan dari semua pihak, kegigihan dari seluruh teman-teman penyelenggara di tingkat Kecamantan dan tingkat Desa/Kelurahan, pada akhir tahapan pembentukan KPPS semua kebutuhan personal penyelenggara untuk 5.869 TPS terpenuhi dengan lengkap. Dalam kurun waktu lebih kurang 1 bulan berhasil mengangkat 52.821 orang penyelenggara. Ini sungguh suatu hasil kerja nyata teman-teman hebat di tingkat Desa/Kelurahan semua.

Sebelum menjalankan tugasnya, para penyelenggara harus mengucapkan sumpah,  
“Demi Allah (Tuhan), Saya bersumpah/berjanji:
Bahwa Saya akan memenuhi tugas dan kewajiban Saya sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan dengan berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa Saya dalam menjalankan tugas dan wewenang akan bekerja dengan sungguh-sungguh, jujur, adil, dan cermat demi suksesnya Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tegaknya demokrasi dan keadilan, serta mengutamakan kepentingan Negera Kesatuan Republik Indonesia daripada kepentingan pribadi atau golongan.

Dengan ditandai pengucapan sumpah/janji sebagai penyelenggara pemilu, maka secara resmi tugas-tugas sudah mulai dijalankan oleh teman-teman di tingkat TPS. Tugas pembagian pemberitahuan pemungutan suara, tugas penyiapan TPS sampai pada tugas pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS pada tanggal 17 April 2019. Tugas paling berat bagi teman-teman KPPS ini tidak bisa dipandang sebelah mata.

Pemungutan suara selesai pada waktu yang telah ditentukan. Selesai pemungutan suara, teman-teman KPPS harus melanjutkan dengan penghitungan suara. Jenis surat suara yang dihitung sesuai dengan jenis pemilu. Lima jenis. Iya,,,,lima jenis surat suara yang secara tertib harus dihitung dengan benar, dicatat dengan rapih dan benar. Saya menyaksikan sendiri, saya melihat secara langsung. Sampai saat sekarang pun saya masih bisa membayangkan betapa rumitnya dalam mencatat hasil-hasil penghitungan suara di TPS yang harus di salin dalam formulir-formulir dengan jumlah salinan dokumen yang banyak.

Dalam tahap menyalin hasil penghitungan suara kedalam formulir-formulir di TPS, teman-teman KPPS dituntut kondisi stamina dan kesehatan yang prima, dan konsentrasi yang baik. Situasi dan kondisi inilah yang membutuhkan ekstra kesabaran Kondisi ini harus harus dilakukan dengan tertib dan berurutan, dari Pemilu Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan terakhir penghitungan DPRD Kabupaten/Kota.

Pelaksanaan pemilu perlu dievaluasi

Pemilu Serentak 2019 menghadirkan lima pemilihan sekaligus mulai dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota. Dengan pemilu serentak yang baru pertama kali dilaksanakan ini, tentu pelaksanannya masih diwarnai sejumlah persoalan.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan pemerintah harus menimbang ulang pelaksanaan pemilu serentak dilakukan kembali pada lima tahun mendatang yakni 2024.
Dalam pengamatannya, pelaksanaan pemilihan tingkat nasional dan daerah sekaligus menimbulkan banyak masalah bagi petugas penyelenggara, peserta pemilu, dan pemilih.
"Kalau sekarang ini kan aktornya (peserta pemilu) banyak sekali," ujar Titi Anggraini kepada BBC News Indonesia, Minggu (21/04/2019).
Kata Titi, koalisi pemantau pemilu mengusulkan pemisahan antara pemilu serentak di tingkat nasional dan daerah. Ia mencontohkan, pemilu serentak tingkat nasional diikuti oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, calon anggota DPR RI, dan DPD RI. Sementara pemilu serentak daerah diikuti kepala daerah, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Kendati begitu, pemisahan pemilu serentak nasional dan daerah ini disarankan berjarak 30 bulan atau 2,5 tahun. Tujuannya untuk merapikan jadwal pemilu dan menghindari kejenuhan di masyarakat.

“Dengan pemisahan pemilu nasional dan pemilu daerah, akhirnya kita punya pemilu yang lebih terjadwal dan tertib. Itu juga bisa dimanfatakan pemilih untuk mengevaluasi keterpilihan produk pemilu serentak nasional tanpa harus menunggu lima tahun. Dengan pemisahan itu pula, beban untuk penyelenggara pemilu berkurang. Selain itu, informasi yang dibawa para peserta pemilu tidak bertabrakan” demikian pandangan Titi Anggraeni.

Pelaksanaan pemilu serentak bagi penyelenggara pemilu adalah efisiensi pelaksanaan pemilu itu sendiri.  KPU bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu mulai dari pendataan pemilih, menerima dan memvalidasi nominasi kontestan pemilu baik partai politik maupun pasangan calon, melaksanakan pemilu, perhitungan suara dan rekapitulasi suara. Sistem pemilu yang berbeda membutuhkan pengaturan dan persiapan serta manajemen pemilu yang berbeda.

Tidak dipungkiri bahwa pelaksanaan pemilu bagi pemerintah dengan dilaksanakannya pemilu serentak adalah efisiensi anggaran, karena pemilu tidak lagi dilaksanakan berkali kali. Sedangkan tantangannya, perubahan sistem pemilu dari pemilu bertahap menjadi pemilu serentak membawa konsekuensi teknis penyelenggaraan pemilu yang cukup besar. Pelaksanaan pemilu serentak membutuhkan kapabilitas dan profesionalitas penyelenggara pemilu yang baik. Meskipun pemilu serentak rentang waktu pelaksanaan pemilu menjadi lebih pendek dan penggunaan anggaran lebih efisien, namun persiapan penyelenggaraan pemilu membutuhkan waktu yang cukup panjang dan aspek teknis penyelenggaraan pemilu menjadi lebih rumit.

Dengan pelaksanaan pemilu serentak, kebutuhan jenis logistik pemilu menjadi lebih banyak, sehingga harus dipersiapkan secara matang agar pelaksanaan pemilu tidak mengalami hambatan. Pemilu serentak juga membutuhkan kertas surat suara yang lebih banyak, serta waktu yang dibutuhkan pemilih di dalam bilik suara menjadi lebih banyak.

Bimbingan teknis pemungutan sampai dengan rekapitulasi bagi para penyelenggara badan adhoc menjadi tugas besar tersendiri. Sosialisasi kepada pemilih harus dilaksanakan secara lebih luas baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya agar tetap tercipta pemilu yang berkualitas pula. Beberapa tantangan lain dalam penyelenggaraan pemilu serentak terkait dengan penyederhanaan dalam penyelenggaraan pemilu adalah perubahan sistem pemilu yang berbasis pada system proporsional daftar terbuka.

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 161 kali